sore ini.. aku barusan dapat e-mail dari temenku Wirawan..
mengenai sedikit cerita dia.. dan kisah dia.. dengan kasus ini..
bukan berniat menambah masalah...
tetapi hanya sekedar sharing saja..
..
dan artikel di bawah inipun juga saya sertakan sumbernya..
buat Wirawan..
Bro'.. semoga masalah ini dapat selesai dengan sebaik-baiknya..
Kamu harus tabah.. tawakal.. dan berdoa.. akan semua bisa diselesaikan dengan bijak..
Maju terus bro'..
--------------------------------
Insiden di Hoka-Hoka Bento
PROTES KOTORAN, BERUJUNG HUKUMAN
Semula, ia berniat memprotes nasi yang dipesannya di Hoka Hoka Bento (HHB) telah tercampur kotoran. Namun, ia malah kena vonis lima bulan penjara. Kenapa bisa begitu?
Rabu (30/8), sidang yang mendudukkan Wirawan sebagai terdakwa usai sudah. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang diketuai Lilik Mulyadi, SH memutuskan hukuman lima bulan penjara bagi Wirawan karena melanggar pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Keputusan yang dijatuhkan kepada Wirawan terkait dengan penganiayaan yang dilakukannya terhadap supervisor HHB Cabang Menteng, Murjoko.
Vonis yang sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Murtiningsih ini membuat Wirawan kecewa dan tak terima. "Hakim sama sekali tak mempertimbangkan keterangan dari saksi yang saya ajukan. Saya merasa diperlakukan tidak adil. Sudah membeli, membayar, mendapati kotoran, lalu malah dianggap menganiaya dan ditahan. Saya ini yang menjadi korban, kan," tuturnya tak habis pikir. Ia dan kuasa hukumnya, Iskandar Zulkarnaen dan Dhoho Sastro pun menyatakan akan banding.
BUTIRAN HITAM DI NASI
Ditemui di kantornya, Wirawan menceritakan kembali perkara yang menimpanya. Wirawan bertutur, Jumat 8 Juli 2005 sekitar jam 20.30 WIB, ia beserta seorang teman, Mahar Mardani, makan di HHB Cabang Menteng. Rasa lapar membuatnya segera pesan paket spesial I yang berisi nasi, chicken teriyaki, udang dibalut tepung, teh botol, dan ogura.
Seusai membayar di kasir, ia langsung menyantap makanannya. Meski sudah sekitar dua minggu sebelumnya terkena diare hingga harus hati-hati makan, Wirawan tak ragu menyantap makanannya. Ia percaya makanan HHB bersih. "Suapan pertama tak ada masalah. Namun, saat suapan kedua, saya kaget karena melihat butiran hitam di dalam nasi," ujar pria yang bekerja sebagai Art Director Networking Creative Services di Antv ini.
Butiran hitam sebesar biji kacang kedelai itu sempat termakan. "Rasanya seperti pasir. Saya langsung membuangnya ke lantai. Ketika saya akan meneruskan makan, ternyata di bawah nasi bergerumbul sekitar 15-20 butiran hitam sebesar biji kacang kedelai seperti tadi," lanjut Wirawan yang masih membawa peralatan kerja berupa laptop, tas, dan kamera karena barusan pulang kantor.
Pria yang kantornya di bilangan Kuningan ini merasa terganggu. Ia bergegas ke kasir untuk minya ganti. "Saya bilang, 'Mbak kok di nasi saya banyak banget ketan hitamnya. Tolong dong dilihat dan diganti'. Lalu saya kembali duduk. Tapi, setelah dua-tiga kali menanyakan ke kasir, nasi pengganti tak muncul juga," kata Wirawan.
Ketika minta penjelasan tentang butiran hitam di nasi, lanjut Wirawan, kasir hanya berujar singkat "sudah kami buang". Wirawan bingung mendengar jawaban yang tak menyelesaikan masalah itu. Sampai kemudian datang supervisor, Murjoko. Kembali Wirawan bertanya soal nasi yang ia komplain tadi. "Murjoko pun menjawab, nasi itu sudah dibuang. Tapi, nasi tetap tidak diganti."
Wirawan mulai kesal. Ia kembali ke mejanya dan mengambil butiran hitam yang dibuangnya tadi dengan tisu dan diperlihatkan ke Murjoko. Selanjutnya, Wirawan mengambil kertas kritik dan saran. Ia ingin komplain sebagai konsumen yang tidak mendapat pelayanan secara cepat. Namun, Murjoko hanya menyuruhnya menaruh lembaran kritik dan saran itu di sebuah kotak tanpa tutup di belakang. "Saya bilang, saya sangat bingung mau komplain tidak ditanggapi. Nasi tak diganti, minta maaf pun tidak."
SURAT PANGGILAN POLISI
Akhirnya Murjoko membuat surat pernyataan. Isinya menyatakan telah terjadi keteledoran dalam penyajian yakni di hidangan terdapat kotoran yang sangat tidak layak untuk dikonsumsi. "Tapi, surat itu dibuat tanpa kop surat, stempel, atau embel-embel yang menerangkan saya makan di HHB. Saya merasa dipermainkan," kata Wirawan mulai naik pitam.
"Saya marah dan kecewa. Saya tendang botol kosong hingga pecah. Saat itu, masih ada beberapa pengunjung. Murjoko bertanya kenapa saya memecahkan botol. Saya jawab, 'Anda mempermainkan saya. Apakah di sini botol lebih berharga daripada komplain konsumen yang merasa tidak nyaman setelah makan kotoran," urainya.
Setelah sempat berdebat panjang lebar, Wirawan mengalah. Ia pun menerima surat pernyataan Murjoko. Untuk meyakinkannya, Murjoko menyerahkan KTP-nya. Seakan belum tuntas kekesalannya, Wirawan mengajak Murjoko melapor ke kantor polisi. Namun, Wirawan memendam kecewa dan takut lantaran di pelataran toko ada orang yang membuntuti dengan motor. "Asumsi saya waktu itu, dia adalah preman. Wah, saya sangat kecewa dan tak percaya."
Wirawan memilih menenangkan diri dan pulang naik taksi. "Murjoko menyerahkan SIM-nya pada saya. Karena saya juga bukan orang yang tak tanggung jawab, saya tinggalkan nomor telepon dan alamat kantor."
Tiga hari kemudian, datang tiga orang HHB ke kantor Wirawan, yaitu Zaky (store manajer), Endar S Cahyo (area manajer), dan Mawardi (saksi). "Saya terima mereka dengan baik. Mereka malah terus bertanya apa betul saya karyawan Antv. Murjoko sendiri malah tidak datang. Tak ada permintaan maaf sampai mereka pulang," kata Wirawan.
Diluar dugaan, 18 Juli datang surat panggilan dari Polsek Menteng ke kantor Wirawan. "Wah, satu kantor geger. Saya mendapat surat panggilan sebagai tersangka penganiayaan yang dilaporkan oleh Murjoko. Padahal, saya tidak melakukan penganiayaan apa pun," ujar Wirawan yang ganti melaporkan kejadian itu ke Polres Jakarta Pusat pada 22 Juli.
PROTES KOTORAN, BERUJUNG HUKUMAN
Semula, ia berniat memprotes nasi yang dipesannya di Hoka Hoka Bento (HHB) telah tercampur kotoran. Namun, ia malah kena vonis lima bulan penjara. Kenapa bisa begitu?
Rabu (30/8), sidang yang mendudukkan Wirawan sebagai terdakwa usai sudah. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang diketuai Lilik Mulyadi, SH memutuskan hukuman lima bulan penjara bagi Wirawan karena melanggar pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Keputusan yang dijatuhkan kepada Wirawan terkait dengan penganiayaan yang dilakukannya terhadap supervisor HHB Cabang Menteng, Murjoko.
Vonis yang sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Murtiningsih ini membuat Wirawan kecewa dan tak terima. "Hakim sama sekali tak mempertimbangkan keterangan dari saksi yang saya ajukan. Saya merasa diperlakukan tidak adil. Sudah membeli, membayar, mendapati kotoran, lalu malah dianggap menganiaya dan ditahan. Saya ini yang menjadi korban, kan," tuturnya tak habis pikir. Ia dan kuasa hukumnya, Iskandar Zulkarnaen dan Dhoho Sastro pun menyatakan akan banding.
BUTIRAN HITAM DI NASI
Ditemui di kantornya, Wirawan menceritakan kembali perkara yang menimpanya. Wirawan bertutur, Jumat 8 Juli 2005 sekitar jam 20.30 WIB, ia beserta seorang teman, Mahar Mardani, makan di HHB Cabang Menteng. Rasa lapar membuatnya segera pesan paket spesial I yang berisi nasi, chicken teriyaki, udang dibalut tepung, teh botol, dan ogura.
Seusai membayar di kasir, ia langsung menyantap makanannya. Meski sudah sekitar dua minggu sebelumnya terkena diare hingga harus hati-hati makan, Wirawan tak ragu menyantap makanannya. Ia percaya makanan HHB bersih. "Suapan pertama tak ada masalah. Namun, saat suapan kedua, saya kaget karena melihat butiran hitam di dalam nasi," ujar pria yang bekerja sebagai Art Director Networking Creative Services di Antv ini.
Butiran hitam sebesar biji kacang kedelai itu sempat termakan. "Rasanya seperti pasir. Saya langsung membuangnya ke lantai. Ketika saya akan meneruskan makan, ternyata di bawah nasi bergerumbul sekitar 15-20 butiran hitam sebesar biji kacang kedelai seperti tadi," lanjut Wirawan yang masih membawa peralatan kerja berupa laptop, tas, dan kamera karena barusan pulang kantor.
Pria yang kantornya di bilangan Kuningan ini merasa terganggu. Ia bergegas ke kasir untuk minya ganti. "Saya bilang, 'Mbak kok di nasi saya banyak banget ketan hitamnya. Tolong dong dilihat dan diganti'. Lalu saya kembali duduk. Tapi, setelah dua-tiga kali menanyakan ke kasir, nasi pengganti tak muncul juga," kata Wirawan.
Ketika minta penjelasan tentang butiran hitam di nasi, lanjut Wirawan, kasir hanya berujar singkat "sudah kami buang". Wirawan bingung mendengar jawaban yang tak menyelesaikan masalah itu. Sampai kemudian datang supervisor, Murjoko. Kembali Wirawan bertanya soal nasi yang ia komplain tadi. "Murjoko pun menjawab, nasi itu sudah dibuang. Tapi, nasi tetap tidak diganti."
Wirawan mulai kesal. Ia kembali ke mejanya dan mengambil butiran hitam yang dibuangnya tadi dengan tisu dan diperlihatkan ke Murjoko. Selanjutnya, Wirawan mengambil kertas kritik dan saran. Ia ingin komplain sebagai konsumen yang tidak mendapat pelayanan secara cepat. Namun, Murjoko hanya menyuruhnya menaruh lembaran kritik dan saran itu di sebuah kotak tanpa tutup di belakang. "Saya bilang, saya sangat bingung mau komplain tidak ditanggapi. Nasi tak diganti, minta maaf pun tidak."
SURAT PANGGILAN POLISI
Akhirnya Murjoko membuat surat pernyataan. Isinya menyatakan telah terjadi keteledoran dalam penyajian yakni di hidangan terdapat kotoran yang sangat tidak layak untuk dikonsumsi. "Tapi, surat itu dibuat tanpa kop surat, stempel, atau embel-embel yang menerangkan saya makan di HHB. Saya merasa dipermainkan," kata Wirawan mulai naik pitam.
"Saya marah dan kecewa. Saya tendang botol kosong hingga pecah. Saat itu, masih ada beberapa pengunjung. Murjoko bertanya kenapa saya memecahkan botol. Saya jawab, 'Anda mempermainkan saya. Apakah di sini botol lebih berharga daripada komplain konsumen yang merasa tidak nyaman setelah makan kotoran," urainya.
Setelah sempat berdebat panjang lebar, Wirawan mengalah. Ia pun menerima surat pernyataan Murjoko. Untuk meyakinkannya, Murjoko menyerahkan KTP-nya. Seakan belum tuntas kekesalannya, Wirawan mengajak Murjoko melapor ke kantor polisi. Namun, Wirawan memendam kecewa dan takut lantaran di pelataran toko ada orang yang membuntuti dengan motor. "Asumsi saya waktu itu, dia adalah preman. Wah, saya sangat kecewa dan tak percaya."
Wirawan memilih menenangkan diri dan pulang naik taksi. "Murjoko menyerahkan SIM-nya pada saya. Karena saya juga bukan orang yang tak tanggung jawab, saya tinggalkan nomor telepon dan alamat kantor."
Tiga hari kemudian, datang tiga orang HHB ke kantor Wirawan, yaitu Zaky (store manajer), Endar S Cahyo (area manajer), dan Mawardi (saksi). "Saya terima mereka dengan baik. Mereka malah terus bertanya apa betul saya karyawan Antv. Murjoko sendiri malah tidak datang. Tak ada permintaan maaf sampai mereka pulang," kata Wirawan.
Diluar dugaan, 18 Juli datang surat panggilan dari Polsek Menteng ke kantor Wirawan. "Wah, satu kantor geger. Saya mendapat surat panggilan sebagai tersangka penganiayaan yang dilaporkan oleh Murjoko. Padahal, saya tidak melakukan penganiayaan apa pun," ujar Wirawan yang ganti melaporkan kejadian itu ke Polres Jakarta Pusat pada 22 Juli.
BERGULIR KE MEJA HIJAU
Saat lapor polisi, Wirawan menyerahkan bukti berupa kotoran dan struk pembayaran yang sempat di foto, serta surat pernyataan yang dibuat Murjoko. Kotoran itu kemudian diproses di Puslabfor. "Ternyata, itu adalah kotoran tikus. Saya jadi mual setengah mati. Saya sempat trauma tidak mau makan nasi selama sebulan," paparnya yang juga melapor ke YLKI dan membuat surat komplain ke HHB. Tapi, tak ditemukan jalan keluar.
Sampai akhirnya, Wirawan diperiksa di Polsek Menteng. Ia dituduh menganiaya Murjoko, merusak outlet HHB, menggelapkan SIM dan KTP Murjoko, dan perbuatan tidak menyenangkan. Ia mesti wajib lapor seminggu dua kali. "Saya tidak ikhlas diperlakukan seperti itu. Masalah kotoran tikus yang saya makan, tenggelam oleh kasus penganiayaan yang tak saya lakukan. Bukti visum yang disebut-sebut pun tak saya lihat dengan mata kepala sendiri."
Perkembangannya kemudian, visum atas Murjoko keluar 3 Agustus. Disebutkan ada luka memar karena dicekik dan dibenturkan ke pintu toilet oleh Wirawan di kepala sebelah kiri Murjoko. Wirawan merasa terpojok. Begitulah, kasus Wirawan diproses secara hukum. Sekitar Februari 2006 sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mendudukkannya sebagai terdakwa dimulai. Ia pun divonis lima bulan penjara.
Namun, kasus ini tampaknya belum selesai. Selain banding, Wirawan juga ingin menggugat secara perdata dan pidana ke pihak HHB. "Saya juga ingin meminta HHB membuat permintaan maaf di media," paparnya menutup pembicaraan.
Kita tunggu saja akhir kisah Wirawan
SUDAH BERITIKAD BAIK
Bagaimana tanggapan HHB? Saat ditemui di Outlet HHB Menteng, beberapa waktu lalu, Sugiri William selaku Manajer Operasional PT Eka Boga Inti, menyatakan pihaknya telah memberikan pelayanan sesuai prosedur kepada Wirawan. "Pihak kami sudah memberikan penjelasan, membuat surat pernyataan, permintaan maaf secara langsung," ujar Sugiri.
Tak seperti penuturan Wirawan, menurut Sugiri pihaknya juga mengganti makanan yang terdapat kotoran. Namun, Wirawan menolak. "Ia malah meminta makanannya yang kabarnya terdapat kotoran. Sesaat kemudian ia marah-marah dan menyerbu ke dapur sambil memotret, kemudian menendang botol. Itu tentu sudah diluar etika masyarakat umum," ungkap Sugiri yang saat wawancara didampingi Murjoko dan Zaky.
Pihak HHB juga beritikad baik. Pada Juli 2005, mereka mengutus tiga orang ke kantor Wirawan untuk meminta maaf, mendengar keterangan langsung dari Wirawan, serta meminta SIM dan KTP Murjoko. "Namun, Wirawan malah meminta permintaan maaf dipasang di beberapa media. Dalam pertemuan itu, tak ada kata sepakat," imbuh Zaky.
Soal perkara yang kemudian muncul dan mendudukkan Wirawan sebagai terdakwa, "Itu murni menyangkut penganiayaan yang dilakukan Wirawan terhadap beberapa orang karyawan HHB saat 8 Juli 2005."
Murjoko mengaku memang dianiaya Wirawan. "Wirawan memang sempat membenturkan kepala saya sekitar tiga kali ke pintu toilet, sambil mengancam. Ada juga beberapa karyawan yang ia pukul. Dia juga merampas SIM dan KTP saya. Semua kejadian ada saksinya."
Soal kotoran tikus, pihak HHB mengaku tidak tahu. "Kami tidak pernah mendapat laporan hasil laboratorium yang menegaskan itu adalah betul kotoran tikus. "Sepertinya, kok, tidak mungkin. HHB sangat menjaga kehigienisan produk-produknya, bukan WC umum," ungkap Sugiri seraya mengatakan, pihaknya menderita kerugian atas pemberitaan kasus ini. "Usai kejadian, outlet HHB, sempat sepi pengunjung."
Saat lapor polisi, Wirawan menyerahkan bukti berupa kotoran dan struk pembayaran yang sempat di foto, serta surat pernyataan yang dibuat Murjoko. Kotoran itu kemudian diproses di Puslabfor. "Ternyata, itu adalah kotoran tikus. Saya jadi mual setengah mati. Saya sempat trauma tidak mau makan nasi selama sebulan," paparnya yang juga melapor ke YLKI dan membuat surat komplain ke HHB. Tapi, tak ditemukan jalan keluar.
Sampai akhirnya, Wirawan diperiksa di Polsek Menteng. Ia dituduh menganiaya Murjoko, merusak outlet HHB, menggelapkan SIM dan KTP Murjoko, dan perbuatan tidak menyenangkan. Ia mesti wajib lapor seminggu dua kali. "Saya tidak ikhlas diperlakukan seperti itu. Masalah kotoran tikus yang saya makan, tenggelam oleh kasus penganiayaan yang tak saya lakukan. Bukti visum yang disebut-sebut pun tak saya lihat dengan mata kepala sendiri."
Perkembangannya kemudian, visum atas Murjoko keluar 3 Agustus. Disebutkan ada luka memar karena dicekik dan dibenturkan ke pintu toilet oleh Wirawan di kepala sebelah kiri Murjoko. Wirawan merasa terpojok. Begitulah, kasus Wirawan diproses secara hukum. Sekitar Februari 2006 sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mendudukkannya sebagai terdakwa dimulai. Ia pun divonis lima bulan penjara.
Namun, kasus ini tampaknya belum selesai. Selain banding, Wirawan juga ingin menggugat secara perdata dan pidana ke pihak HHB. "Saya juga ingin meminta HHB membuat permintaan maaf di media," paparnya menutup pembicaraan.
Kita tunggu saja akhir kisah Wirawan
SUDAH BERITIKAD BAIK
Bagaimana tanggapan HHB? Saat ditemui di Outlet HHB Menteng, beberapa waktu lalu, Sugiri William selaku Manajer Operasional PT Eka Boga Inti, menyatakan pihaknya telah memberikan pelayanan sesuai prosedur kepada Wirawan. "Pihak kami sudah memberikan penjelasan, membuat surat pernyataan, permintaan maaf secara langsung," ujar Sugiri.
Tak seperti penuturan Wirawan, menurut Sugiri pihaknya juga mengganti makanan yang terdapat kotoran. Namun, Wirawan menolak. "Ia malah meminta makanannya yang kabarnya terdapat kotoran. Sesaat kemudian ia marah-marah dan menyerbu ke dapur sambil memotret, kemudian menendang botol. Itu tentu sudah diluar etika masyarakat umum," ungkap Sugiri yang saat wawancara didampingi Murjoko dan Zaky.
Pihak HHB juga beritikad baik. Pada Juli 2005, mereka mengutus tiga orang ke kantor Wirawan untuk meminta maaf, mendengar keterangan langsung dari Wirawan, serta meminta SIM dan KTP Murjoko. "Namun, Wirawan malah meminta permintaan maaf dipasang di beberapa media. Dalam pertemuan itu, tak ada kata sepakat," imbuh Zaky.
Soal perkara yang kemudian muncul dan mendudukkan Wirawan sebagai terdakwa, "Itu murni menyangkut penganiayaan yang dilakukan Wirawan terhadap beberapa orang karyawan HHB saat 8 Juli 2005."
Murjoko mengaku memang dianiaya Wirawan. "Wirawan memang sempat membenturkan kepala saya sekitar tiga kali ke pintu toilet, sambil mengancam. Ada juga beberapa karyawan yang ia pukul. Dia juga merampas SIM dan KTP saya. Semua kejadian ada saksinya."
Soal kotoran tikus, pihak HHB mengaku tidak tahu. "Kami tidak pernah mendapat laporan hasil laboratorium yang menegaskan itu adalah betul kotoran tikus. "Sepertinya, kok, tidak mungkin. HHB sangat menjaga kehigienisan produk-produknya, bukan WC umum," ungkap Sugiri seraya mengatakan, pihaknya menderita kerugian atas pemberitaan kasus ini. "Usai kejadian, outlet HHB, sempat sepi pengunjung."
more klik : http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/08/tgl/30/time/202720/idnews/665675/idkanal/10
18 komentar:
Posting Komentar